Friday, June 26, 2015

Mentawai Bukan Hanya Tentang Surfing

Koloni karang Mentawai
Dulu, aku pingin banget punya kesempatan bisa pergi ke Kepulauan Mentawai, sekedar mengobati rasa penasaran akan ketenaran pulau di sebelah barat Sumatra itu. Nama Mentawai kian ‘tersohor’ ketika gempa bumi dahsyat yang diikuti dengan gelombang tsunami di akhir tahun 2004 menghantam pulau ini, beserta Aceh dan Pulau Nias. Akses menuju Pulau Mentawa relatif tidak mudah, hal itu yang menjadi penyebab pembangunan kurang terasa perkembangannya. Mentawai memang memiliki bandara perintis yang melayani penerbangan kalau tidak salah hanya tiga kali dalam seminggu, dan juga pelabuhan laut yang menjadi tempat bersandar kapal roro. Dengan menumpang kapal cepat yang biasa melayani turis untuk pergi berselancar, penyeberangan dari Padang menuju Mentawai biasanya dapat ditempuh selama sekitar 6-7 jam. 


KM Indo 2 yang dicarter untuk penyeberangan

Penyeberangan ke Mentawai  dengan kapal carteran umumnya dilakukan pada malam hari, sebelum tengah malam, walaupun tetap ada penyeberangan di siang hari. Tidak jelas apa sebenarnya alasan spesifik mengenai pemilihan waktu penyeberangan itu. Aku pun juga tidak mempermasalahkan waktu, karena dengan penyeberangan malam tersebut paling tidak aku tidak merasakan bosan saat melalui perjalanan. Saat berangkat sudah mendekati jam tidur, dan begitu bangun sudah waktunya bangun di hari subuh. Dengan perjalanan yang bertepatan dengan jam tidur, kita juga diuntungkan untuk satu hal, yaitu sedikit terhindar dari mabuk laut karena kita dalam keadaan tertidur. Lagipula, tidak banyak yang dapat dilihat selama perjalanan walaupun hari terang, paling-paling jika beruntung hanya kawanan lumba-lumba yang menyapa. Jadi, apapun yang terjadi di tengah malam tidak perlu dipedulikan, selama itu kejadian yang wajar, termasuk badai yang biasanya terjadi di malam hari. Saat perjalanan berangkat ke Mentawai dan pulang kembali menuju Padang, ternyata terjadi badai yang lumayan besar. Bahkan terdengar kabar bahwa beberapa kapal yang akan menyeberang malam itu terpaksa kembali ke pelabuhan dan membatalkan penyeberangan. Saat itu posisi kapal yang aku tumpangi, KM Indo 2, sedang berada di tengah-tengah perjalanan sehingga tetap saja melaju menembus badai. Sedangkan mereka yang terpaksa memutar haluan rata-rata belum cukup jauh meninggalkan pelabuhan. Dan, aku sama sekali tidak menyadari adanya badai karena sedang terlelap baik di waktu berangkat maupun pulang, mungkin juga karena pengaruh obat. Aku baru percaya berita bahwa semalam terjadi badai saat mendapati karpet di bagian ruang santai kapal dalam keadaan basah kuyup, pertanda air hujan masuk ke dalam ruang tersebut. Jika hanya hujan biasa, kemungkinan air mampu membuat karpet sebegitu basahnya sangat kecil memngingat desain kapal yang tidak memungkinkan untuk itu.


Ke Mentawai biasanya untuk surfing
Sayangnya, kedatanganku ke Mentawai bukan untuk menikmati deburan ombak di atas papan surfing, bukan juga untuk menikmati pantai pasir putih di atas sebuah kain pantai berteman es kelapa muda, atau acara piknik pantai lainnya. Kedatanganku tidak lain adalah untuk bekerja, melakukan penyelaman di beberapa lokasi yang terdapat terumbu karang. Penyelamannya pun buka fun dive, tapi pengambilan data lapangan alias penelitian. Apa yang aku lakukan memang bukan sesuatu yang lazim di wilayah perairan Mentawai, atau mungkin belum lazim, karena memang belum banyak diketahui potensi bawah air yang diketahui di wilayah ini. Tidak banyak kegiatan penyelaman yang pernah dilakukan, kondisi ombak yang kurang bersahabat mungkin yang menjadi faktor penyebabnya. Lagipula, sebagian besar perairan umumnya keruh sehingga bukan menjadi tempat yang menyenangkan untuk penyelaman dengan tujuan fun.

Pulau kecil di sekitar Pulau Siberut
Salah satu spot untuk surfing

Kipas laut (Gorgonia), biota yang mampu bertahan di perairan dengan gelombang


Ikan nemo di sekitar anemon
Beruntung aku beserta rombongan selamku bertemu dengan salah satu yayasan di kota Padang. Yayasan aku maksud awalnya adalah sebuah LSM yang intens menyoroti masalah-masalah lingkungan di wilayah perairan Sumatra Barat. Mereka sudah cukup dikenal di kalangan pemerintah daerah tingkat propinsi maupun kabupaten/kota di seluruh wilayah Sumatra Baarat. Personil-personil yang mereka miliki rata-rata memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi, serta keahlian-keahlian khusus lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Beberapa personil bahkan tidak jarang mendapatkan kesempatan untuk menjadi bagian tim untuk mengerjakan proyek-proyek lingkungan di beberapa wilayah lain di Indonesia. Tercatat, mereka telah beberapa kali melakukan kegiatan penyelaman di Mentawai, sehingga dapat dikatakan telah memeiliki modal untuk mendapatkan lokasi-lokasi penyelaman yang diinginkan. Memang tidak banyak pilihan lokasi penyelaman di wilayah perairan kepulauan Mentawai, tetapi dari sembilan titik penyelaman masing-masing lokasi penyelaman memiliki keunikan yang berbeda-beda. Beberapa titik penyelaman yang berada di tempat terlindung memiliki jarak pandang kurang dari lima meter, namun memiliki karang yang cukup baik. Sedangkan beberapa titik penyelaman lainnya memiliki air yang sangat jernih dengan jarak pandang yang sangat baik.


Mentawai menjadi salah satu pemasok ikan hias
Memang, tidak selamanya perairan yang dalam kondisi jernih memiliki terumbu karang yang bagus, dan sebaliknya. Tapi kecenderungannya memang demikian adanya, korelasi antara keduanya bersifat positif. Dan seterusnya, jika kondisi terumbu karang baik umumnya disana akan dengan mudah ditemukan berbagai biota laut yang berasosiasi. Korelasi antara kondisi terumbu karang dengan kekayaan biota laut yang berasosiasi juga bersifat positif. Beberapa biota dan kelompok biota diketahui sebagai penghuni tetap pada ekosistem terumbu karang, misalnya berbagai jenis ikan karang, berbagai jenis ikan predator, berbagai jenis udang dan kepiting, berbagai jenis kerang dan keong, berbagai jenis teripang, bintang laut, penyu, ular laut, dan masih banyak lagi. Tapi ada kalanya beberapa biota justru melimpah dengan rusaknya terumbu karang, misalnya berbagai jenis nudibranch, berbagai jenis bulu babi, berbagai jenis lili laut dan lainnya. Sehingga beberapa biota atau kelompok biota laut telah dipercaya sebagai indikator kesehatan ekosistem terumbu karang di suatu perairan.

Koloni karang yang mengalami pemulihan terhadap kerusakan akibat gelombang dan gempa


Giant clam, dilema antara dilindungi dan diburu
Salah satu tujuanku melakukan trip penyelaman di wilayah perairan Kepulauan Mentawai ini adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan karang berdasarkan pengamatan biota dan kelompok biota indikator. Biota dan kelompok biota yang menjadi targetku antara lain bulu babi, keong pemakan karang, bintang laut bermahkota duri, lola atau susu bundar, kerang kima, teripang, lobster dan bintang laut biru. Bulu babi, keong pemakan karang, bintang laut bermahkota duri dan bintang laut biru merupakan kelompok biota yang bernilai ekologis bagi terumbu karang. Bulu babi atau sea urchin (echinoids) dan bintang laut biru diketahui sebagai kelompok biota indikator kerusakan karang. Keong pemakan karang (Drupella) dan bintang laut bermahkota duri (Acanthaster planci) diketahui sebagai biota yang dapat mengakibatkan kerusakan karang. Lola atau susu bundar (Trochus), kerang kima atau giant clams (Tridacna), teripang atau sea cucumbers (holothurians) dan lobster merupakan kelompok biota yang bernilai ekonomis bagi manusia. Keempat kelompok biota tersebut biasanya diambil oleh nelayan sebagai tengkapan sampingan selain ikan.


Terumbu karang sebagai habitat berbagai jenis ikan
Konon kabarnya, pernah terjadi pemanenan besar-besaran terhadap beberapa biota tersebut baik oleh nelayan lokal maupun nelayan dari luar daerah. Bahkan berdasarkan informasi dari masyarakat maupun dari dinas perikanan, ada minimal satu perusahaan penampung biota-biota tersebut beserta biota lain untuk tujuan ekspor ke China dan Korea. Kegiatan inilah yang diduga kuat menjadi penyebab utama menurunnya jumlah jenis dan jumlah individu berbagai biota yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Dari hasil wawancara singkat dengan berbagai pihak, beberapa tahun yang lalu Mentawai merupakan salah satu penghasil lobster dan ikan napoleon yang paling besar di wilayah Sumatra Barat. Namun kini kondisinya sudah jauh berbeda, hasil pengamatan di beberapa lokasi penyelaman tidak menemukan satu ekor pun ikan napoleon, lobster yang ditemukan pun tidak banyak dan hanya yang berukuran kecil. Bukti lain yang membuat cukup miris adalah sisa-sisa pengeboman yang kemungkinan besar dilakukan sekitar sepuluh tahun yang lalu. Target pengeboman sebenarnya memang hanya beberapa jenis ikan saja, tetapi efeknya ke semua biota yang ada di radius beberapa meter dari pusat ledakan. Terumbu karang yang menjadi penyusun utama ekosistem hancur, dan butuh waktu yang relatif lama untuk memulihkan kembali ke keadaan yang seperti semula.


Karang dengan tipe pertumbuhan bentuk lembaran
Cerita kelam di masa lalu tersebut kini perlahan mulai pulih, didukung oleh kesadaran masyarakat serta penetapan beberapa kawasan menjadi kawasan lindung. Penyadaran kepada masyarakat nelayan juga telah dilakukan pemerintah pusat melalui kegiatan yang berada dalam naungan proyek COREMAP (coral reef management project). Kegiatan dalam proyek tersebut salah satunya adalah monitoring kesehatan terumbu karang yang dilakukan bersama masyarakat, dinas perikanan, organisasi non pemerintah dan universitas. Usaha penyadartahuan kepada masyarakat terbukti telah memperlihatkan hasil yang cukup signifikan. Biota-biota ekonomis penting sudah mulai terlihat melakukan regenerasi, dibuktikan dengan ditemukannya biota-biota tersebut dalam ukuran kecil. Terumbu karang juga sudah mulai membaik, sedangkan pengeboman kemungkinan sudah tidak ada karena sudah tidak ditemukan lagi bekas pengeboman yang masih baru.


Beberapa lokasi karang yang rusak diekspansi spons
Berita baik ini jika dapat ditingkatkan kualitasnya, minimal dipertahankan seperti yang sekarang ini, niscaya dalam waktu yang tidak lama lagi akan memulihkan ekosistem terumbu karang seperti sedia kala. Dan bukan tidak mungkin jika potensi ini digarap dengan baik oleh berbagai pihak, maka geliat pariwisata alternatif selain surfing akan semakin berkembang. Wisata selam yang saat ini masih dipandang sebelah mata karena kurangnya promosi ke dunia luar. Namun, paling tidak saat ini sudah mulai dilakukan kegiatan pemetaan potensi perairan sebagai lokasi penyelaman yang prospektif. Satu kelebihan lagi karena Mentawai memiliki bupati yang berasal dari kalangan aktivis lingkungan, dengan demikian harapan akan masa depan ekosistem terumbu karang yang cerah dan potensial tetap terbuka. Di samping itu, wawasan lingkungan yang juga memadai dari kepala dinas perikanan juga akan memberikan harapan. Semakin banyak pihak yang semakin peduli akan proses perbaikan ekosistem terumbu karang ini jika diimbangi dengan perbaikan sarana dan prasarana pendukung, maka pariwisata penyelaman di perairan Mentawai akan menjadi alternatif yang menjanjikan selain surfing.

Karang yang sehat memperlihatkan warna dan polip yang tumbuh sempurna


Kapal penyeberangan reguler 
Di darat tidak banyak yang dapat dijumpai, kecuali jika kita mengunjungi hutan kawasan konservasi dan merekam pola hidup suku asli Mentawai. Sayangnya aku bersama tim hanya merapat di pelabuhan dan berkeliling kota kecil itu. Kehidupan suku asli Mentawai yang kebanyakan hidup di hutan dan pedalaman sangat menarik untuk diabadikan dalam sebuah foto, film dokumenter atau cerita. Artikel yang mendokumentasikan kehidupan suku Mentawai sudah cukup banyak beredar di internet. Kegiatan berburu dan meramu menjadi bagian yang tak dapat dilepaskan dari kehidupan suku Mentawai, termasuk seni melukis tubuh. Beberapa sumber menyebutkan bahwa tattoo yang telah banyak berkembang di dunia modern saat ini cikal bakalnya berasal dari seni melukis tubuh masyarakat suku Mentawai. Tattoo yang saat ini ada di masyarakat perkotaan telah berkembang dengan berbagai macam tujuan, bukan sebagai bagian dari tradisi. Jika masyarakat suku Mentawai melukis tubuh untuk tujuan tertentu sebagai bagian dari adat istiadat dan ritual yang sakral, tattoo yang saat ini dikenakan oleh masyarakat modern tujuannya lebih ke arah seni. Bahkan tattoo sering dijadikan sebagai tanda tertentu, sebagai identitas yang menunjukkan keanggotaan dalam sebuah gank. Tidak jarang tattoo diidentikkan dengan dunia kriminal karena banyak kasus kejahatan melibatkan orang yang memakai tattoo sebagai pelakunya.


Kota Tua Pejat di malam hari
Sayang sekali kedatanganku ke Mentawai kala ini aku tidak berkesempatan untuk mengunjungi pemukiman suku Mentawai tersebut. Aku hanya punya kesempatan beberapa jam untuk pergi ke darat, itupun untuk tujuan menyelesaikan urusan administrasi. Tua Pejat, sebuah kota yang merupakan kota yang sungguh sepi, jauh dari bayanganku sebagai ibukota dari kabupaten Mentawai. Mobil berkeliaran di jalanan adalah pemandangan yang langka, apalagi jika hari sudah beranjak gelap. Sarana transportasi darat baru dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir, dimana sebelumnya alat transoprtasi utama adalah dengan alat transportasi laut. Kebanyakan penduduk di kota tersebut adalah pendatang yang berasal dari daratan utama pulau Sumatra, terutama dari kota Padang dan sekitarnya. Perkembangan wilayah kota sepertinya berjalan sangat lambat, mungkin kondisinya tidak akan jauh berubah sampai beberapa waktu ke depan. Mentawai, mungkin memang lebih baik menjadi sebuah tempat yang tidak terlalu banyak mendapat pengaruh modernisasi. Karena memang keunggulan Mentawai terletak pada keunikan tradisi dalam masyarakat suku asli dan eksotisme alamnya.





Padang, 30092014, 07:35pm



*catatan seorang pejalan

No comments:

Post a Comment