Thursday, June 25, 2015

Kaimana, Negeri Sejuta Senja


Senja dari balik jendela
Sebuah tembang lawas mengalun santai waktu aku masuk ke dalam sebuah mobil angkutan kota. Potret angkutan kota di sini tidak seperti yang biasanya aku jumpai di tempat lain yang pernah aku datangi. Di sini, angkutan kota (biasa disebut taksi) adalah mobil-mobil pribadi dengan berbagai tipe yang disulap menjadi plat kuning, untuk angkutan umum. Sekilas kesan yang aku tangkap, semakin bagus mobilnya maka akan semakin menjadi prioritas pilihan bagi calon penumpang, dan sebaliknya. Di manakah ini??? Jawabannya adalah Kaimana. Benar, salah satu kota kabupaten di wilayah propinsi Papua Barat. Aku sedang mengikuti sebuah ekspedisi dengan total 46 hari, yang sebagian besar dilakukan di perairan Kaimana. Nah, kira-kira lagu lawas model apa yang aku dengarkan yang aku maksudkan tadi?? ‘Senja di Kaimana’ judulnya, lupa nama penyanyinya. Rupa-rupanya, walaupun lagu itu sudah tergolong jadul tetap menjadi kebanggaan penduduk Kabupaten Kaimana, mungkin juga Papua secara umum.

Pemandangan di salah satu sudut di pusat kota Kaimana

Public area di pusat kota Kaimana
Ngomong-ngomong soal lagu ‘Senja di Kaimana’, aku dan beberapa orang anggota tim ekspedisi pada beberapa kesempatan mencoba menyanyikan lagu tersebut, namun yang terjadi malah terbawa ke syair lagu ‘Senja di Batas Kota’. Sama-sama jadul siih tapi kan beda penyanyi, beda lirik, mungkin juga beda makna syairnya. Spontan kami langsung terbahak, karena kesalahan salah satu orang akhirnya membawa semua yang ada di situ larut dalam kesalahan. Akan tetapi akhirnya dibuat suasana sengaja salah, menyanyikan lagu ‘Senja di Kaimana’ dengan syair lagu ‘Senja di Batas Kota’. Lalu apa kaitannya antara Kaimana dengan Batas Kota? Kayaknya memang tidak ada, walaupun keduanya sama-sama ingin menggambarkan betapa indahnya senja di dua lokasi tersebut. Atau jangan-jangan nantinya akan muncul lagu dengan judul 'Senja di Batas Kota Kaimana'. Apapun itu, paling tidak si pembuat lagu ingin berbagi pengalaman yang berkesan baginya di dua tempat tersebut, walaupun mungkin bukan pengalaman yang menyenangkan.


Aktivitas di pelabuhan peti kemas di Kaimana
Bukan tentang lagu sebenarnya yang ingin aku tuliskan, tetapi tentang sebuah kota kecil namun dengan wilayah kabupaten yang cukup besar, Kaimana. Aku juga tidak ingin membicarakan soal demografi, pendapatan per kapita, suasana politik, atau tema apapun yang berat-berat. Aku hanya ingin menulis sebatas apa yang aku lihat, dan sedikit mengomentari sesuai porsi yang aku bisa. Yang jelas, Kaimana itu sebuah kota kabupaten yang kondisi kotanya kalau di Jawa mungkin setingkat kecamatan. Kota Kaimana memanjang di sepanjang pantai, dengan latar belakang perbukitan kapur (karst) yang oleh masyarakat setempat lebih dikenal dengan sebutan lengguru. Kota ini sebenarnya tidak terlalu terisolir, karena untuk terhubung dengan dunia luar tersedia sebuah bandara dan sebuah pelabuhan. Walaupun kecil, bandara yang terdapat di tepi pantai pinggiran kota ini melayani penerbangan hampir setiap hari, walaupun pesawat kecil. Namun demikian terkoneksi dengan beberapa kota penting di wilayah Indonesia timur, seperti Ambon, Sorong, Fak-fak, Manokwari, Jayapura dan Merauke. Artinya bahwa akses menuju dunia luar bagi penduduk kota Kaimana sangat terbuka sesuai jadwal penerbangan. Alternatif lainnya adalah dengan kapal laut, yang juga dapat membuka akses ke kota-kota penting tersebut. Pelabuhan laut terletak di pusat kota yang merupakan sendi utama perekonomian, karena hampir semua barang didatangkan dari luar daerah, termasuk sebagian besar jenis buah dan sayur mayur. Kondisi jalan darat antar kota memang tidak memadai untuk dapat menghubungkan dengan kota-kota lainnya, namun  untuk kondisi jalan di dalam kota bisa dikatakan sudah cukup baik walaupun kecil.


Model bangunan yang khas peninggalan zaman kolonial
Kota Kaimana memiliki arsitektur yang identik dengan beberapa kota lain di Maluku, tipikal bangunan model penjajah kolonial Belanda. Bangunan-bangunan tersebut masih dipertahankan terutama di pusat kota, umumnya difungsikan sebagai pertokoan. Uniknya, rata-rata toko tutup antara jam 1 siang sampe jam 4 sore. Praktis di siang hari geliat perekonomian nyaris lumpuh, dan akan terasa hidup kembali menjelang malam. Sedangkan untuk hari minggu hampir semua toko besar dan warung makan tutup. Hari minggu merupakan hari ibadah karena mayoritas penduduk beragama Kristen. Akibatnya, sangat sulit bagi pendatang dan wisatawan mencari tempat makan siang di hari minggu. Warung baru mulai buka di atas jam 4 sore, dimana rata-rata penjualnya adalah imigran dari Jawa. Kondisi seperti ini mengingatkanku saat awal-awal aku datang ke kota Bitung (Sulawesi Utara). Tapi kini kondisi di Bitung sudah jauh berubah, sudah banyak warung dan restoran yang buka di hari minggu, dan swalayan buka setiap hari dari jam 9 pagi hingga jam 10 malam.


Sebagian penduduk Kaimana memiliki mata pencaharian sebagai nelayan penangkap ikan dan hasil laut lainnya. Ikan merupakan lauk yang umumnya lebih diminati daripada daging bagi sebagian besar masyarakat Indonesia timur. Bagaimana tidak, harga daging sapi ataupun ayam relatif mahal, sedangkan harga ikan sangat murah dan mudah didapatkan. Hanya bermodal peralatan pancing seadanya pun sudah bisa mendapatkan lauk yang lebih dari cukup untuk keluarga setiap harinya. Harga seporsi makan dengan lauk ikan di warung jauh lebih murah dibandingkan dengan harga seporsi makan dengan lauk ayam goreng. Demikian halnya dengan harga seporsi makan dengan lauk daging sapi, kalaupun ada dijamin mahal. Hampir mustahil menemukan warung sate kambing di kota Kaimana. Aku beberapa kali mencoba datang ke pasar karena rasa penasaran dengan keberadaan daging sapi atau kambing. Ternyata memang benar, tidak ada yang menjual daging sapi, hanya ada ikan, ikan dan ikan. Ikan yang kalau hari sudah siang dijual dengan harga yang sangat murah, bahkan tidak jarang dibuang di tepi sungai yang berada di pinggir pasar jika hari menjelang sore dan ikan masih belum laku.

Penjagalan rusa di salah satu sudut pasar di Kaimana
Masih penasaran dengan daging sapi dan kambing, aku mencoba menanyakan ke salah satu penjual cumi-cumi. Si bapak bilang tidak ada, dan sebagai alternatif dia bilang jika ingin menikmati daging adalah membeli daging rusa. Rusa awalnya merupakan sumber daging yang diburu langsung dari hutan, namun lambat laun menjadi hewan piaraan layaknya sapi atau kambing kalau di Jawa. Cukup aneh sebenarnya mengetahui keberadaan rusa di Papua. Secara alami, seharusnya sebaran rusa tidak sampai ke pulau ini. Telisik punya telisik, ternyata rusa didatangkan dari Jawa pada masa penjajahan dulu. Bukan cuma di Papua tetapi juga ke beberapa pulau atau negara di kawasan Oseania. Keberadaan rusa di alam bisa dikatakan sudah over populasi karena ketiadaan pemangsa seperti harimau. Imbasnya bagi masyarakat Kaimana, rusa sudah benar-benar menggantikan sapi dan kambing. Sebagai buktinya adalah bakso, kalau di tempat lain umumnya memakai daging sapi (atau babi), sedangkan di Kaimana diganti dengan daging rusa. Aku tidak berkesempatan mengunjungi peternakan rusa, tapi waktu main ke pasar sempat ngobrol dengan seorang penjagal rusa yang habis menggorok beberapa ekor rusa pagi itu. Di pasar yang tidak terlalu besar itu, setidaknya ada tiga grup penjagal rusa yang sibuk memotong-motong rusa yang telah dikuliti. Dari hasil obrolan singkat itu, akhirnya aku tahu bahwa masing-masing grup penjagal minimal menggorok sepuluh ekor rusa setiap harinya, dan jika mendekati lebaran atau natal lebih banyak lagi.


Pinang dan sirih, komoditas berharga bagi masyarakat
Seperti halnya masyarakat lokal lain di wilayah Papua dan Maluku, sebagian masyarakat di Kaimana juga memiliki kebudayaan mengkonsumsi pinang dan sirih. Tidak hanya laki-laki tetapi juga perempuan, bukan cuma orang tua tetapi juga anak-anak, mereka sudah belajar mengunyah pinang muda. Aku mendapati ketika berada di sebuah dermaga di kampung kecil yang cukup jauh dari kota, sekelompok anak kecil sedang asik menikmati pinang muda. Konon kabarnya dengan mengunyah pinang muda secara teratur manfaatnya sangat bagus bagi kesehatan gigi. Aku pernah punya keinginan untuk mencobanya, tapi terpaksa mengurungkan niatku. Satu yang aku tidak suka adalah mereka menginggalkan warna merah sebagai hasil mengunyah pinang dan sirih yang diludahkan di sembarang tempat. Sama halnya dengan orang merokok di tempat umum, aku sangat tidak suka. Mereka bagiku adalah orang yang paling egois. Memang, mereka mendapatkan kesenangan dari merokok dan/atau mengunyah pinang dan sirih, tapi asap dan noda merah itu sangat mengganggu orang lain yang tidak melakukannya. Tapi apa boleh buat jika yang mereka lakukan sudah menjadi semacam tradisi dan kebutuhan pokok yang tidak mungkin dapat dirubah dalam waktu singkat.


Penyulingan minyak atsiri
Satu lagi yang yang mulai terkenal dari kota Kaimana adalah minyak lawang. Waktu ada kesempatan pertama kali untuk ke kota di malam hari, pas kebetulan saat itu sedang berlangsung sebuah hajatan tahunan bagi warga Kaimana, Festival Senja. Lumayan ramai suasananya untuk ukuran kota sekecil itu, mungkin karena jarang sekali ada hiburan rakyat. Bukan itu inti dari yang aku maksud, tapi tentang minyak lawang. Di salah satu stan aku menjumpai seorang bapak dengan beberapa orang asisten sedang menawarkan sesuatu ke pengunjung. Aku penasaran dan mencoba bertanya-tanya, apa sebenarnya cairan dalam botol yang ditawarkan bapak tadi. Ternyata adalah minyak lawang dan beberapa jenis minyak atsiri lainnya (minyak buah merah, minyak buah pala, minyak cengkeh, dan lainnya). Tapi aku langsung balik kanan begitu dikasih harga, benar-benar mahal, untuk ukuran botol 100 ml saja harganya seratus ribu rupiah. Lagi pula aku berpikir buat apa aku beli. Di hari lain salah seorang teman satu rombongan beli minya serupa dari toko, dan ternyata harganya lebih mahal. Aku jadi penasaran, mencari informasi tempat penyulingan minyak lawang tersebut. Bersama sopir akhirnya aku ketemu dengan bapak yang membuka stan di pameran beberapa hari kemudian. Aku sempatkan ngobrol banyak dengan penyuling minyak tadi sebelum membeli produknya, juga berkeliling melihat-lihat fasilitas penyulingan dan hasilnya. Ternyata bapak yang oleh orang disekitarnya dipanggil bapak tua tersebut adalah satu-satunya penyuling minyak atsiri di Kaimana. Dari hasil usaha skala rumah tangga ini, bapak ini sudah berhasil menyekolahkan ketiga anaknya hingga sarjana, salah satunya lulusan salah satu universitas di Bandung dan kini menjadi pengajar. Selanjutnya, si bapak sedang mengusahakan ijin dan merek dagang dari dinas terkait untuk usahanya, sambil merencanakan pengembangan usaha menjadi lebih besar dan layak. Yang lebih mengejutkan lagi, ternyata minyak atsiri yang diproduksinya sudah diekspor ke beberapa negara, walaupun masih melalui biro di Jakarta dan Surabaya.


Beberapa produk hasil penyulingan minyak atsiri secara tradisional
Bahan baku untuk penyulingan minya atsiri
Jamur, biasanya tumbuh di limbah kayu lawang


Instalasi tambang minyak bumi
Kaimana juga sudah sejak jaman kolonial Belanda sebagai salah satu daerah tambang minyak bumi. Sepeninggalan perusahaan minyak bumi asal negeri Belanda, ada beberapa perusahaan pertambangan minyak bumi internasional yang sedang dan pernah beroperasi di wilayah Kaimana. Informasi yang tidak sengaja aku dapatkan dari penduduk lokal bahwa orang asing datang dan pergi melakukan penelitian dan peninjauan yang ujung-ujungnya untuk keperluan perusahaan pertambangan. Karena itulah ketika aku beserta rombongan ekspedisi datang ke wilayah kota Kaimana, beberapa orang penduduk langsung mengira bahwa kami bekerja untuk perusahaan pertambangan minyak. Padahal kenyataannya tidak demikian, walaupun salah satu sponsor dalam kegiatan ini juga merupakan perusahaan pertambangan. Di sekitar pusat kota, saat ini sangat mudah menjumpai kawasan perusahaan pertambangan minyak bumi milik pemerintah, dengan instalasinya yang mencolok. Terlihat juga hilir mudik kapal tanker yang beroperasi di wilayah perairan Kaimana.


Dibalik segala potensi tambang yang dimiliki oleh kabupaten Kaimana, beruntung pemimpin yang mereka miliki mempunyai wawasan dan pola piker yang positif terhadap lingkungan. Bupati Kaimana dikenal sebagai pribagi yang getol mempertahankan kekayaan dan sumber daya alam yang ada di kabupaten ini, walaupun dengan iming-iming dan intimidasi. Tidak sedikit tawaran kepada bupati untuk pembukaan lahan di kawasan hutan Kaimana bagi kegiatan pertambangan dan perkebunan, termasuk beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit dari luar negeri. Sedangkan perusahaan pertambangan minyak bumi yang beroperasi di wilayah Kaimana saat ini tidak melakukan kegiatan penambangan di daratan melainkan lepas pantai. Kesan yang timbul saat aku mempresentasikan hasil penelitian di wilayah perairan Kaimana memang seperti itu. Ketika aku dan tim menyodorkan rekomendasi untuk pengembangan sektor pariwisata, sang bupati menegaskan persetujuannya tetapi berupa green tourism. Usut punya usut, ternyata latar belakang bupati yang berasal dari LSM lah yang membuatnya paham terhadap isu lingkungan. Lain halnya dengan kesan yang aku tangkap dari anggota dewan badan legislatif. Sepintas yang ada di otakku adalah mereka hanyalah sekelompok orang kaya yang dengan hartanya dapat menduduki posisi di DPRD. Mereka hanyalah mengerti tentang bagaimana berpenampilan semenarik mungkin dengan aneka perhiasan yang mereka pakai, sama sekali tidak mengerti hal-hal yang bersifat ilmiah. Sepanjang acara presentasi, mereka yang duduk di belakangku kerjanya hanya ngobrol sendiri dengan sesama mereka.

Salah satu karst terbesar di dunia yang menarik perhatian ilmuwan dunia ada di Kaimana



Tidak lengkap rasanya kalau tidak membicarakan tentang senja. Sama sekali tidak berlebihan bila dikatakan bahwa Kaimana adalah negeri berjuta senja. Dari sudut pandang manapun menikmatinya, senja di Kaimana memang sungguh dahsyat. Kombinasi yang hangat di antara suasana pantai dengan lautnya yang tenang dan panorama perbukitan kapur dengan hutannya yang mempesona. Topografi wilayah yang berbukit-bukit dengan pantainya dengan banyak teluk merupakan kombinasi yang apik. Keindahan senja saat berada di pulau-pulau kecil juga luar biasa, sebuah potensi wisata bahari yang besar mengingat Kaimana juga memiliki cukup banyak pulau kecil. Tidak salah jika lagu ‘Senja di Kaimana’ memang sangat populer dan legendaris, karena memang senja di Kaimana sangat elok buat dinikmati.

 




Kaimana, 24112014, 09:41am


*catatan seorang pejalan


1 comment:

  1. Why casinos are rigged - Hertzaman - The Herald
    In the UK, casino games are rigged and poormansguidetocasinogambling.com there is evidence of 1xbet korean fraud, crime or disorder or https://vannienailor4166blog.blogspot.com/ an individual's involvement. There are also apr casino many herzamanindir

    ReplyDelete