|
Koloni karang Mentawai |
Dulu, aku pingin banget punya kesempatan
bisa pergi ke Kepulauan Mentawai, sekedar mengobati rasa penasaran akan ketenaran pulau di sebelah barat Sumatra itu. Nama Mentawai kian ‘tersohor’
ketika gempa bumi dahsyat yang diikuti dengan gelombang tsunami di akhir tahun
2004 menghantam pulau ini, beserta Aceh dan Pulau Nias. Akses menuju Pulau
Mentawa relatif tidak mudah, hal itu yang menjadi penyebab pembangunan kurang
terasa perkembangannya. Mentawai memang memiliki bandara perintis yang melayani
penerbangan kalau tidak salah hanya tiga kali dalam seminggu, dan juga
pelabuhan laut yang menjadi tempat bersandar kapal roro. Dengan menumpang kapal
cepat yang biasa melayani turis untuk pergi berselancar, penyeberangan dari
Padang menuju Mentawai biasanya dapat ditempuh selama sekitar 6-7 jam.
|
KM Indo 2 yang dicarter untuk penyeberangan |
Penyeberangan ke Mentawai dengan kapal carteran umumnya dilakukan pada
malam hari, sebelum tengah malam, walaupun tetap ada penyeberangan di siang
hari. Tidak jelas apa sebenarnya alasan spesifik mengenai pemilihan waktu
penyeberangan itu. Aku pun juga tidak mempermasalahkan waktu, karena dengan
penyeberangan malam tersebut paling tidak aku tidak merasakan bosan saat
melalui perjalanan. Saat berangkat sudah mendekati jam tidur, dan begitu bangun
sudah waktunya bangun di hari subuh. Dengan perjalanan yang bertepatan dengan
jam tidur, kita juga diuntungkan untuk satu hal, yaitu sedikit terhindar dari
mabuk laut karena kita dalam keadaan tertidur. Lagipula, tidak banyak yang
dapat dilihat selama perjalanan walaupun hari terang, paling-paling jika
beruntung hanya kawanan lumba-lumba yang menyapa. Jadi, apapun yang terjadi di
tengah malam tidak perlu dipedulikan, selama itu kejadian yang wajar, termasuk
badai yang biasanya terjadi di malam hari. Saat perjalanan berangkat ke
Mentawai dan pulang kembali menuju Padang, ternyata terjadi badai yang lumayan
besar. Bahkan terdengar kabar bahwa beberapa kapal yang akan menyeberang malam
itu terpaksa kembali ke pelabuhan dan membatalkan penyeberangan. Saat itu
posisi kapal yang aku tumpangi, KM Indo 2, sedang berada di tengah-tengah
perjalanan sehingga tetap saja melaju menembus badai. Sedangkan mereka yang
terpaksa memutar haluan rata-rata belum cukup jauh meninggalkan pelabuhan. Dan,
aku sama sekali tidak menyadari adanya badai karena sedang terlelap baik di
waktu berangkat maupun pulang, mungkin juga karena pengaruh obat. Aku baru
percaya berita bahwa semalam terjadi badai saat mendapati karpet di bagian
ruang santai kapal dalam keadaan basah kuyup, pertanda air hujan masuk ke dalam
ruang tersebut. Jika hanya hujan biasa, kemungkinan air mampu membuat karpet
sebegitu basahnya sangat kecil memngingat desain kapal yang tidak memungkinkan
untuk itu.
|
Ke Mentawai biasanya untuk surfing |
Sayangnya, kedatanganku ke Mentawai bukan untuk
menikmati deburan ombak di atas papan surfing, bukan juga untuk menikmati
pantai pasir putih di atas sebuah kain pantai berteman es kelapa muda, atau
acara piknik pantai lainnya. Kedatanganku tidak lain adalah untuk bekerja, melakukan
penyelaman di beberapa lokasi yang terdapat terumbu karang. Penyelamannya pun buka fun dive, tapi pengambilan data lapangan alias penelitian. Apa yang aku
lakukan memang bukan sesuatu yang lazim di wilayah perairan Mentawai, atau
mungkin belum lazim, karena memang belum banyak diketahui potensi bawah air
yang diketahui di wilayah ini. Tidak banyak kegiatan penyelaman yang pernah
dilakukan, kondisi ombak yang kurang bersahabat mungkin yang menjadi faktor
penyebabnya. Lagipula, sebagian besar perairan umumnya keruh sehingga bukan menjadi tempat yang menyenangkan untuk penyelaman dengan tujuan fun.
|
Pulau kecil di sekitar Pulau Siberut |
|
Salah satu spot untuk surfing |
|
Kipas laut (Gorgonia), biota yang mampu bertahan di perairan dengan gelombang |
|
Ikan nemo di sekitar anemon |
Beruntung aku beserta rombongan selamku
bertemu dengan salah satu yayasan di kota Padang. Yayasan aku maksud awalnya
adalah sebuah LSM yang intens menyoroti masalah-masalah lingkungan di wilayah
perairan Sumatra Barat. Mereka sudah cukup dikenal di kalangan pemerintah
daerah tingkat propinsi maupun kabupaten/kota di seluruh wilayah Sumatra
Baarat. Personil-personil yang mereka miliki rata-rata memiliki pendidikan
formal yang cukup tinggi, serta keahlian-keahlian khusus lainnya yang berkaitan
dengan pekerjaan. Beberapa personil bahkan tidak jarang mendapatkan kesempatan
untuk menjadi bagian tim untuk mengerjakan proyek-proyek lingkungan di beberapa
wilayah lain di Indonesia. Tercatat, mereka telah beberapa kali melakukan kegiatan
penyelaman di Mentawai, sehingga dapat dikatakan telah memeiliki modal untuk
mendapatkan lokasi-lokasi penyelaman yang diinginkan. Memang tidak banyak
pilihan lokasi penyelaman di wilayah perairan kepulauan Mentawai, tetapi dari
sembilan titik penyelaman masing-masing lokasi penyelaman memiliki keunikan
yang berbeda-beda. Beberapa titik penyelaman yang berada di tempat terlindung
memiliki jarak pandang kurang dari lima meter, namun memiliki karang yang
cukup baik. Sedangkan beberapa titik penyelaman lainnya memiliki air yang
sangat jernih dengan jarak pandang yang sangat baik.
|
Mentawai menjadi salah satu pemasok ikan hias |
Memang, tidak selamanya perairan yang dalam
kondisi jernih memiliki terumbu karang yang bagus, dan sebaliknya. Tapi
kecenderungannya memang demikian adanya, korelasi antara keduanya bersifat
positif. Dan seterusnya, jika kondisi terumbu karang baik umumnya disana akan
dengan mudah ditemukan berbagai biota laut yang berasosiasi. Korelasi antara
kondisi terumbu karang dengan kekayaan biota laut yang berasosiasi juga
bersifat positif. Beberapa biota dan kelompok biota diketahui sebagai penghuni
tetap pada ekosistem terumbu karang, misalnya berbagai jenis ikan karang, berbagai
jenis ikan predator, berbagai jenis udang dan kepiting, berbagai jenis kerang
dan keong, berbagai jenis teripang, bintang laut, penyu, ular laut, dan masih
banyak lagi. Tapi ada kalanya beberapa biota justru melimpah dengan rusaknya terumbu karang, misalnya
berbagai jenis nudibranch, berbagai jenis bulu babi, berbagai jenis lili laut
dan lainnya. Sehingga beberapa biota atau kelompok biota laut telah dipercaya
sebagai indikator kesehatan ekosistem terumbu karang di suatu perairan.
|
Koloni karang yang mengalami pemulihan terhadap kerusakan akibat gelombang dan gempa |
|
Giant clam, dilema antara dilindungi dan diburu |
Salah satu tujuanku melakukan trip
penyelaman di wilayah perairan Kepulauan Mentawai ini adalah untuk mengetahui
kondisi kesehatan karang berdasarkan pengamatan biota dan kelompok biota
indikator. Biota dan kelompok biota yang menjadi targetku antara lain bulu
babi, keong pemakan karang, bintang laut bermahkota duri, lola atau susu bundar,
kerang kima, teripang, lobster dan bintang laut biru. Bulu babi, keong pemakan karang, bintang
laut bermahkota duri dan bintang laut biru merupakan kelompok biota yang bernilai ekologis bagi
terumbu karang. Bulu babi atau sea urchin (echinoids) dan bintang laut biru diketahui sebagai
kelompok biota indikator kerusakan karang. Keong pemakan karang (Drupella) dan bintang laut bermahkota
duri (Acanthaster planci) diketahui
sebagai biota yang dapat mengakibatkan kerusakan karang. Lola atau susu bundar
(Trochus), kerang kima atau giant
clams (Tridacna), teripang atau sea
cucumbers (holothurians) dan lobster
merupakan kelompok biota yang bernilai ekonomis bagi manusia. Keempat kelompok
biota tersebut biasanya diambil oleh nelayan sebagai tengkapan sampingan selain
ikan.
|
Terumbu karang sebagai habitat berbagai jenis ikan |
Konon kabarnya, pernah terjadi pemanenan
besar-besaran terhadap beberapa biota tersebut baik oleh nelayan lokal maupun
nelayan dari luar daerah. Bahkan berdasarkan informasi dari masyarakat maupun
dari dinas perikanan, ada minimal satu perusahaan penampung biota-biota
tersebut beserta biota lain untuk tujuan ekspor ke China dan Korea. Kegiatan
inilah yang diduga kuat menjadi penyebab utama menurunnya jumlah jenis dan
jumlah individu berbagai biota yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Dari hasil
wawancara singkat dengan berbagai pihak, beberapa tahun yang lalu Mentawai
merupakan salah satu penghasil lobster dan ikan napoleon yang paling besar di
wilayah Sumatra Barat. Namun kini kondisinya sudah jauh berbeda, hasil
pengamatan di beberapa lokasi penyelaman tidak menemukan satu ekor pun ikan napoleon, lobster yang ditemukan pun tidak banyak dan hanya yang berukuran
kecil. Bukti lain yang membuat cukup miris adalah sisa-sisa pengeboman yang
kemungkinan besar dilakukan sekitar sepuluh tahun yang lalu. Target pengeboman
sebenarnya memang hanya beberapa jenis ikan saja, tetapi efeknya ke semua biota
yang ada di radius beberapa meter dari pusat ledakan. Terumbu karang yang
menjadi penyusun utama ekosistem hancur, dan butuh waktu yang relatif lama
untuk memulihkan kembali ke keadaan yang seperti semula.
|
Karang dengan tipe pertumbuhan bentuk lembaran |
Cerita kelam di masa lalu tersebut kini
perlahan mulai pulih, didukung oleh kesadaran masyarakat serta penetapan
beberapa kawasan menjadi kawasan lindung. Penyadaran kepada masyarakat nelayan
juga telah dilakukan pemerintah pusat melalui kegiatan yang berada dalam
naungan proyek COREMAP (coral reef management project). Kegiatan dalam proyek
tersebut salah satunya adalah monitoring kesehatan terumbu karang yang
dilakukan bersama masyarakat, dinas perikanan, organisasi non pemerintah dan
universitas. Usaha penyadartahuan kepada masyarakat terbukti telah
memperlihatkan hasil yang cukup signifikan. Biota-biota ekonomis penting sudah
mulai terlihat melakukan regenerasi, dibuktikan dengan ditemukannya biota-biota
tersebut dalam ukuran kecil. Terumbu karang juga sudah mulai membaik, sedangkan
pengeboman kemungkinan sudah tidak ada karena sudah tidak ditemukan lagi bekas
pengeboman yang masih baru.
|
Beberapa lokasi karang yang rusak diekspansi spons |
Berita baik ini jika dapat ditingkatkan
kualitasnya, minimal dipertahankan seperti yang sekarang ini, niscaya dalam
waktu yang tidak lama lagi akan memulihkan ekosistem terumbu karang seperti
sedia kala. Dan bukan tidak mungkin jika potensi ini digarap dengan baik oleh
berbagai pihak, maka geliat pariwisata alternatif selain surfing akan semakin
berkembang. Wisata selam yang saat ini masih dipandang sebelah mata karena
kurangnya promosi ke dunia luar. Namun, paling tidak saat ini sudah mulai
dilakukan kegiatan pemetaan potensi perairan sebagai lokasi penyelaman yang
prospektif. Satu kelebihan lagi karena Mentawai memiliki bupati yang berasal
dari kalangan aktivis lingkungan, dengan demikian harapan akan masa depan
ekosistem terumbu karang yang cerah dan potensial tetap terbuka. Di samping
itu, wawasan lingkungan yang juga memadai dari kepala dinas perikanan juga akan
memberikan harapan. Semakin banyak pihak yang semakin peduli akan proses
perbaikan ekosistem terumbu karang ini jika diimbangi dengan perbaikan sarana
dan prasarana pendukung, maka pariwisata penyelaman di perairan Mentawai akan
menjadi alternatif yang menjanjikan selain surfing.
|
Karang yang sehat memperlihatkan warna dan polip yang tumbuh sempurna |
|
Kapal penyeberangan reguler |
Di darat tidak banyak yang dapat dijumpai,
kecuali jika kita mengunjungi hutan kawasan konservasi dan merekam pola hidup
suku asli Mentawai. Sayangnya aku bersama tim hanya merapat di pelabuhan dan berkeliling kota kecil itu. Kehidupan suku asli Mentawai yang kebanyakan hidup di hutan
dan pedalaman sangat menarik untuk diabadikan dalam sebuah foto, film
dokumenter atau cerita. Artikel yang mendokumentasikan kehidupan suku Mentawai
sudah cukup banyak beredar di internet. Kegiatan berburu dan meramu menjadi
bagian yang tak dapat dilepaskan dari kehidupan suku Mentawai, termasuk seni
melukis tubuh. Beberapa sumber menyebutkan bahwa tattoo yang telah banyak
berkembang di dunia modern saat ini cikal bakalnya berasal dari seni melukis
tubuh masyarakat suku Mentawai. Tattoo yang saat ini ada di masyarakat
perkotaan telah berkembang dengan berbagai macam tujuan, bukan sebagai bagian
dari tradisi. Jika masyarakat suku Mentawai melukis tubuh untuk tujuan tertentu
sebagai bagian dari adat istiadat dan ritual yang sakral, tattoo yang saat ini
dikenakan oleh masyarakat modern tujuannya lebih ke arah seni. Bahkan tattoo
sering dijadikan sebagai tanda tertentu, sebagai identitas yang menunjukkan
keanggotaan dalam sebuah gank. Tidak jarang tattoo diidentikkan dengan
dunia kriminal karena banyak kasus kejahatan melibatkan orang yang memakai
tattoo sebagai pelakunya.
|
Kota Tua Pejat di malam hari |
Sayang sekali kedatanganku ke Mentawai kala
ini aku tidak berkesempatan untuk mengunjungi pemukiman suku Mentawai tersebut. Aku
hanya punya kesempatan beberapa jam untuk pergi ke darat, itupun untuk tujuan
menyelesaikan urusan administrasi. Tua Pejat, sebuah kota yang merupakan kota
yang sungguh sepi, jauh dari bayanganku sebagai ibukota dari kabupaten
Mentawai. Mobil berkeliaran di jalanan adalah pemandangan yang langka, apalagi
jika hari sudah beranjak gelap. Sarana transportasi darat baru dikembangkan
dalam beberapa tahun terakhir, dimana sebelumnya alat transoprtasi utama adalah
dengan alat transportasi laut. Kebanyakan penduduk di kota tersebut adalah
pendatang yang berasal dari daratan utama pulau Sumatra, terutama dari kota
Padang dan sekitarnya. Perkembangan wilayah kota sepertinya berjalan sangat
lambat, mungkin kondisinya tidak akan jauh berubah sampai beberapa waktu ke
depan. Mentawai, mungkin memang lebih baik menjadi sebuah tempat yang tidak terlalu
banyak mendapat pengaruh modernisasi. Karena memang keunggulan Mentawai
terletak pada keunikan tradisi dalam masyarakat suku asli dan eksotisme
alamnya.
Padang, 30092014, 07:35pm
*catatan
seorang pejalan
No comments:
Post a Comment