Penyu hijau (Chelonia mydas) |
Penyu, apa bedanya dengan kura-kura? Jelas
berbeda. Namanya saja sudah berbeda. Bukan begitu cara menjawab yang tepat.
Jadi begini, penyu dan kura-kura berbeda secara ilmu biologi (beserta ilmu-ilmu
turunannya). Dilihat dari klasifikasinya, kedua kelompok hewan reptil ini
terpisah walaupun memiliki nenek moyang yang sama. Secara taksonomi, keduanya
memiliki posisi yang berbeda kelompok sesuai karakter-karakter yang dimiliki.
Di pandang dari faktor habitatnya saja kedua kelompok hewan yang tulang
belakangnya termodifikasi menjadi seperti tempurung ini sudah berbeda, penyu
hidup di laut sedangkan kura-kura hidup di darat dan air tawar. Dan yang pasti,
semua jenis penyu tidak seperti kura-kura yang dapat menarik kepala dan kakinya
ke dalam tempurung. Di Indonesia jenis penyu tidak lah banyak, hanya enam jenis saja, yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu belimbing
(Dermochelys coriacea), penyu pipih (Natator depressus), penyu tempayan (Caretta caretta) dan penyu ridel (Lepidochelys
olivacea). Penyu hijau adalah jenis penyu yang paling umum ditemukan di
perairan Indonesia, sedangkan penyu belimbing merupakan jenis terbesar yang
dapat ditemukan.
Telur penyu di habitatnya |
Dalam dunia zoology, penyu diketahui
merupakan salah satu hewan purba yang masih hidup, maksudnya adalah hewan
yang ditemukan hidup pada zaman dinosaurus dan masih dapat ditemukan di zaman
modern sekarang ini. Oleh karena itu penyu, dan beberapa jenis hewan lainnya yang dapat ditemukan di zaman yang berbeda ini, juga
disebut sebagai fosil hidup atau living fosil. Penelitian fosil menunjukkan
tidak ada, atau sangat sedikit, perubahan struktur tulang pada tubuh penyu.
Artinya bahwa perjalanan evolusi dari penyu berjalan sangat lambat, demikian
halnya yang terjadi pada kura-kura yang merupakan saudara terdekat penyu. Umur
penyu secara normal bisa mencapai ratusan tahun, tergantung dari jenisnya.
Pemangsa utama penyu adalah manusia. Sedangkan pemangsa penyu dewasa di alam sangatlah sedikit, hanya predator raksasa dari kelompok hiu. Pemangsaan terhadap penyu biasanya saat penyu masih dalam
fase telur oleh biawak, dan pada saat masih juvenil (tukik) terutama oleh burung
elang dan burung pemangsa lainnya. Beberapa hasil penelitian dari peneliti penyu menyatakan bahwa hanya kurang dari 10% dari telur yang ditetaskan yang mampu bertahan hidup hingga dewasa.
Kisah tentang penyu juga diceritakan dalam sebuah
adegan pada film kartun untuk anak-anak ‘Finding Nemo’. Aku menilai film kartun
tersebut sangat bagus, sarat dengan pendidikan dan pengetahuan, yang dikemas
sedemikian rupa sehingga porsinya pas untuk konsumsi anak-anak (maupun dewasa).
Dikisahkan bahwa penyu yang berumur seratus tahun dengan beberapa ekor tukik
anaknya termasuk dalam kategori penyu yang masih muda. Mereka berpindah dari
suatu wilayah perairan ke wilayah perairan lainnya dalam sebuah migrasi dengan
memanfaankan pola arus yang melintas di sekitar benua Australia. Sangat menarik
dan banyak sekali pengetahuan yang bisa didapat dari film kartun tersebut,
sesuai banget dengan pelajaran ilmiah yang aku dapatkan dari bangku pendidikan formal.
Bangunan berbentuk penyu sebagai bagian dari lembaga konservasi penyu di Pangumbahan, Sukabumi |
Fasilitas di lokasi penangkaran penyu di Pangumbahan |
Salah satu misteri sekaligus keunikan dari
penyu adalah yang kalau dalam pelajaran sastra mereka tidak mengenal pepatah ‘bagai
kacang lupa kulitnya’. Maksudnya adalah mereka tidak akan melupakan asal
usulnya ketika dilahirkan (lebih tepatnya ditetaskan). Jika induk mereka bertelur di sebuah pulau, maka suatu saat nanti
setelah dewasa dia akan kembali ke tempat semula untuk tujuan bertelur mengikuti jejak induknya.
Walaupun dalam perjalanan hidupnya dari mulai pertama kali dia keluar dari sarang
di waktu masih tukik sampai usia dewasa yang siap bertelur dia mungkin
mengembara ke seluruh samudera di dunia. Hal ini telah banyak dibuktikan oleh
para ilmuwan dengan hasil-hasil penelitian mereka, jadi bukan hanya sebuah
isapan jempol belaka. Jika kita searching di google atau youtube, banyak sekali
film dokumenter tentang kisah penyu yang kembali ke tempat asalnya dia
ditetaskan, hanya untuk bertelur.
Pangumbahan, Sukabumi |
Mengamati penyu yang sedang bertelur memang
sangat mengasyikkan, dari mulai menunggu dia naik ke pantai, mencari lokasi
yang pas, menggali pasir, mengeluarkan telur, menimbun telurnya, hingga kembali
lagi masuk ke laut. Cukup banyak lokasi di Indonesia yang telah diketahui
sebagai tempat pendaratan penyu (istilah yang digunakan untuk menunjukkan
lokasi bertelurnya penyu), baik yang rutin maupun yang dalam waktu tertentu
saja. Aku memang belum banyak memiliki pengalaman mengikuti proses penyu
bertelur, baru di empat lokasi saja. Pertama di Taman Nasional Meru Betiri –
Jember (Jawa Timur), kedua di Kema – Minahasa Utara (Sulawesi Utara), ketiga di
Pangumbahan – Sukabumi (Jawa Barat), dan yang keempat di Pulau Tumbu-tumbu –
Kaimana (Papua Barat). Dan satu lagi lokasi tempat pendaratan penyu yang pernah
aku datangi, tapi aku tidak mengikuti prosesi penyu bertelur, yaitu di Teluk
Buli – Halmahera Timur (Maluku Utara). Berita baiknya pemerintah, LSM, maupun
masyarakat adat telah menetapkan sebagian lokasi pendaratan penyu sebagai
kawasan yang dilindungi. Meru Betiri, Pangumbahan dan Pulau
Tumbu-tumbu merupakan kawasan konservasi yang bertujuan untuk melindungi penyu.
Meru Betiri yang termasuk dalam kawasan taman nasional sudah jelas statusnya
dikelola oleh pemerintah pusat melalui Kementrian Kehutanan. Pangumbahan yang
tidak termasuk dalam kawasan taman nasional tentunya memiliki metode
pengelolaan yang sedikit berbeda, tetapi pengelolaannya tetap dilakukan oleh
pemerintah. Lain lagi ceritanya dengan Pulau Tumbu-tumbu yang dikelola oleh
salah satu LSM internasional, jelas mereka memiliki standar tersendiri dalam upaya
pengelolaan, walaupun atas persetujuan pemerintah. Yang patut dikhawatirkan
adalah lokasi-lokasi pendaratan penyu yang tidak (atau belum) mendapatkan
status kawasan konservasi, seperti halnya Kema dan Teluk Buli.
Menunggu penyu yang sedang bertelur |
Pada dasarnya, dimanapun lokasinya prosesi
penyu bertelur memiliki kesamaan dalam tahapan. Penyu akan naik ke pantai untuk
bertelur biasanya mengikuti keberadaan bulan. Saat bulan gelap, sulit sekali
mendapatkan penyu yang naik ke pantai untuk bertelur. Sebaliknya, saat sekitar
bulan purnama, di lokasi yang diketahui sebagai tempat pendaratan penyu bisa
beberapa ekor penyu yang naik untuk bertelur dalam satu malam. Setelah berada
di pantai berpasir, penyu akan mencari lokasi yang dianggap pas dan aman dari
pemangsa. Begitu menemukan lokasi yang dimaksud, proses selanjutnya adalah
menggali lubang untuk menyimpan telur hingga kedalaman tertentu dengan
menggunakan keempat kakinya. Pada beberapa kasus diketahui bahwa kadang-kadang
penyu membuat dua lubang dalam sekali naik ke pantai. Salah satu di antara dua
lubang tersebut dimaksudkan untuk mengelabuhi biawak dan anjing yang suka
mencari telur penyu dengan cara membongkar lubang. Sekali bertelur, penyu bisa
menghasilkan puluhan hingga ratusan butir telur. Proses mengeluarkan telur
tersebut bisa berlangsung lebih dari satu jam lamanya.
Penyu selesai bertelur |
Dua hal yang harus dipatuhi saat melakukan
pengamatan proses penyu bertelur kalau tidak ingin penyu batal bertelur.
Pantangannya adalah tidak boleh berisik dan tidak boleh menggunakan cahaya
apapun dari mulai penyu naik ke pantai hingga penyu mengeluarkan telur. Jika
pantangan tersebut dilanggar, maka penyu akan merasa terganggu dan segera
kembali ke laut walaupun sudah menggali lubang untuk bertelur. Penggunaan
cahaya diperbolehkan apabila penyu sudah mengeluarkan telur yang ke sekian,
lebih dari sepuluh. Sampai tahap ini, penyu tidak akan mempedulikan kondisi
berisik maupun penerangan oleh cahaya model apapaun, dia akan tetap melanjutkan
prosesinya. Setelah selesai bertelur, penyu biasanya akan beristirahat sejenak,
mungkin terlalu payah seperti orang bersalin. Jika diamati lebih dekat, penyu
akan terlihat menangis dan kelelahan. Kemudian, lubang tempat meletakkan telur
tersebut ditutup kembali seperti semula. Dan setelah selesai semua, penyu akan
kembali ke laut. lamanya proses dari pertama kali penyu naik ke pantai hingga
kembali lagi ke laut bisa menghabiskan waktu 2 – 3 jam.
Setelah selesai bertelur, penyu menimbun telur dengan cara menutup lubang |
Cangkang penyu akan dijual di Halmahera |
Sampai disitu, telur penyu tidak berarti
sudah aman, karena selain ancaman dari predator alami dan juga dari tangan
manusia nakal yang suka mengambil telur. Terutama lokasi-lokasi pendaratan
penyu yang tidak berada dalam kawasan konservasi, sangat rawan bagi proses
pendaratan penyu dan juga bagi kelestarian penyu. Aku pernah menjumpai dan
mendengar kabar bahwa telur penyu di jual bebas di beberapa kota di Indonesia,
seperti di kota Padang (Sumatra Barat). Sayang sekali aku tidak mendapatkan
gambar sebagai dokumentasi penjualan telur penyu yang dijajakan di pinggir
jalan raya dekat pantai. Sebenarnya aparat keamanan sudah beberapa kali melakukan razia terhadap
pedagang telur penyu, beberapa kali pula mereka diberikan sanksi. Namun
tingginya permintaan membuat perdagangan penyu tetap saja marak. Memakan telur
penyu dipercaya mampu meningkatkan keperkasaan pria, padahal itu hanya mitos
saja. Bahkan yang benar adalah sebaliknya, jika dilihat dari komposisinya,
sebagian besar telur penyu terdiri dari lemak, yang tidak bagus bagi tubuh. Di
sinilah pentingnya upaya perlindungan penyu dan kawasan yang menjadi tempat
perlindungan penyu, meminimalkan kekhawatiran akan pengambilan telur penyu oleh
manusia. Walaupun tidak menutup kemungkinan di dalam kawasan konservasi pun
masih terjadi pencurian telur penyu, ironisnya melibatkan orang dalam. Petugas
yang diharapkan dapat menjaga dan mencatat jumlah telur penyu justru berbuat
nakal, menjual secara illegal dan melaporkan jumlah yang jauh di bawah jumlah
aslinya. Belum lagi permintaan daging penyu yang berkedok untuk keperluan
upacara keagamaan umat Hindu, seperti yang terjadi di Bali. Atau permintaan
penyu hidup untuk ritual keagamaan di salah satu kelenteng di Tuban (Jawa
Timur). Begitu besarnya ancaman bagi penyu mulai dari telur, baik oleh predator
alami maupun untuk dikonsumsi manusia, sampai permintaan dagingnya. Untungnya
berita miring tersebut, menurut kabar yang beredar, tidak berlangsung di
Kaimana (Papua Barat), khususnya di kawasan konservasi penyu Pulau Tumbu-tumbu.
Penjagalan penyu di Kema |
Penyu setelah dijagal |
Pos monitoring penyu di Kaimana |
Pada saat pengamatan penyu di Pulau
Tumbu-tumbu, aku bersama empat belas orang lainnya datang ke sebuah pulau kecil
bernama Pulau Venu yang tak berpenghuni. Di sana hanya ada sebuah bangunan
rumah yang difungsikan sebagai pos pengamatan penyu oleh salah satu LSM
internasional, yaitu Conservation International. Sebuah LSM yang tidak asing bagiku
karena aku pernah terlibat beberapa ekspedisi dan kegiatan dengan mereka,
sampai akhirnya mendapatkan beasiswa untuk studi master juga dari mereka.
Karena sebelumnya aku juga telah mengenal beberapa orang yang bekerja di LSM tersebut, sehingga
waktu ngobrol dengan penjaga pos pemantau tersebut jadinya lebih nyambung. Dan ternyata sang penjaga juga mengenal baik nama teman-teman yang aku sebutkan karena ternyata beberapa dari mereka pernah bertugas di pulau tersebut. Berdasarkan cerita singkat dari sang penjaga pos, penyu yang biasa mendarat ke pulau tersebut adalah penyu hijau (yang paling sering), penyu sisik, penyu pipih dan kadang penyu belimbing.
Fasilitas pos pengamatan penyu |
Sebelum mencari penyu yang akan bertelur, aku sempatkan ngobrol dengan salah
satu dari empat orang penjaga pos, sedangkan anggota rombongan yang lain sudah
berlalu menyusuri pantai. Beberapa saat kemudian aku menyusul mereka. Dan belum
lama berjalan, dari kejauhan aku sudah mendapati mereka sedang mengendap-endap,
sebagian besar lainnya hanya tiarap. Pikirku, pasti sudah ada penyu yang naik
ke pantai. Benar saja, setelah aku bergabung dengan mereka, aku melihat sesuatu
yang bersinar. Sorot mata penyu yang mengkilap terkena sinar bulan, bagaikan
mata kucing yang terkena sinar di malam hari. Sekian lama kami menunggu, dan menunggu.
Kemudian mendekat pelan-pelan setelah penyu menggali lubang yang cukup dalam.
Kami masih menunggu pada jarak yang sekiranya tidak mengganggu penyu, dalam
diam dan tanpa penggunaan lampu penerangan. Sampai akhirnya penyu terlihat
berdiam diri, sudah tidak menggali lagi. Itu artinya bahwa proses mengeluarkan
telur sudah berlangsung, tapi kami masih ragu dan belum berani mengganggu.
Dengan sedikit menyesal akhirnya aku bilang ke rombongan yang kebanyakan adalah
peneliti dari Prancis, bahwa proses mengeluarkan telur sudah selesai karena
penyu sudah mulai menutup lubangnya. Aku bilang sudah bisa menyalakan lampu dan
mengambil gambar dengan kamera. Satu per satu mencoba menyapa penyu, memegang
punggungnya, berfoto bersama, bahkan ada yang berusaha menunggangi tapi tidak
diperbolehkan sama anggota rombongan yang lain.
Beberapa orang terlihat sedikit kecewa karena tidak bisa melihat dan mengabadikan momen proses penyu bertelur dengan sempurna. Tapi secara umum mereka sudah cukup puas karena tidak perlu waktu lama untuk bertemu dengan penyu yang sedang mendarat, sebuah keberuntungan. Rombongan meninggalkan penyu yang masih berusaha menutup lubang tempat bertelurnya, dan kembali ke kapal. Masing-masing pulang dengan membawa cerita berdasarkan versi dan sudut pandang mereka, seperti halnya dengan aku. Aku manggut-manggut saja mendengarkan celoteh dari pengalaman teman-temanku tadi, sambil sesekali membantah dengan kalimat guyonan yang sebenarnya mengejek. Tapi apapun yang dikatakan oleh teman-temanku tadi, aku berharap bahwa penyu akan tetap lestari di alam, bukan di kebun binatang atau taman safari. Dengan begitu anak cucu nanti tidak hanya mendengar cerita dariku atau membaca tulisanku saja tentang keberadaan penyu dan proses bertelur mereka. Mari kita lestarikan penyu. Katakan tidak untuk konsumsi daging dan telur penyu!! Stop perdagangan daging dan telur penyu!! Stop perburuan penyu!!
Kaimana, 22112014, 08:57am
*catatan
seorang pejalan
No comments:
Post a Comment